Riasan Jogja Paes Ageng, menurut pakem dasarnya
riasan Jogja Paes Ageng itu dasarnya dasarnya adalah dahi dan sanggul.
Bagian mata, pipi, dan bibir, adalah hasil modifikasi. Pada bagian mata
sebenarnya bukan berupa polesan make up mengingat zaman dahulu make up
belum ada. Bagian wajah diberi bedak kemudian di sekitar area mata
disisakan tanpa bedak dengan mengikuti bentuk mata sehingga tampaklah
kulit asli dari pengantin tersebut. Nah, semakin gelap kulit sang
pengantin, makin eksotiklah penampilan si pengantin. Pakem yang kedua adalah bagian dahi yang biasa dihitamkan. Bentuknya
pun berbeda dengan pengantin Solo karena lebih runcing dan ramping.
Bibir sang pengantin berwarna merah karena diolesi daun sirih. “Memang
kalau menuruti pakem lebih rumit tapi kemudian ketika kosmetika sudah
ada maka terjadilah modifikasi itu dan tidak serumit zaman dulu
Terciptanya busana pengantin ini diperkirakan
setelah adanya Perjanjian Giyanti. Waktu itu, seluruh gaya busana dari Keraton
Surakarta Hadiningrat dibawa ke Keraton Yogyakarta Hadiningrat sebagai hadiah
dari Susuhan Paku Buwono II kepada putranya, Pangeran Mangkubumi.
Hadiah ini merupakan wujud penghargaan kepada Pangeran
Mangkubumi yang telah menang perang dengan Belanda dan berhasil memperoleh
tanah kembali (saat ini menjadi Yogyakarta). Pangeran Mangkubumi pun akhirnya
diangkat menjadi Raja Yogyakarta pertama dengan gelar Sri Sultan HB I. Setelah peristiwa itu, Keraton Surakarta
Hadiningrat membuat desain (gagrak) baru dengan pola bergaya barat. Biasanya
busana baru ini kita kenal dengan nama beskap, langenharjan, baju teni.
Pada zaman dulu, busana dan tata rias paes
ageng Keraton Yogyakarta dan Solo hanya boleh dikenakan oleh kerabat raja.
Untuk di Yogyakarta, baru pada masa Sultan HB IX atau tahun 1940, masyarakat
umum diijinkan memakai busana ini dalam upacara pernikahan. Sampai saat ini paes ageng sudah
digunakan masyarakat Jawa pada umumnya saat upacara pernikahan. Paes ageng
ini memiliki makna filosofi sendiri yang terkandung dalam setiap detail wajah,
busana, dan aksesorinya.
Paes ageng
memiliki makna sakral. Sebelum merias pengantin wanita, perias wajib berpuasa
sebelum menjalankan acara. Tujuan utamanya adalah mengendapkan perasaan untuk
membersihkan jiwa dan menguatkan batin agar dapat melaksanakan tugas dengan
baik dan terhindar dari petaka. Masyarakat Jawa percaya bahwa kebersihan dan
kekuatan batin juru rias akan menjadikan pengantin yang diriasnya cantik,
molek, dan bersinar.
1 komentar:
Terimakasih banyak dengan banyaknya artikel tentang hantaran dan contohnya, sehingga saya mendapat banyak wawasan untuk dapat membuat hantaran hajatan.
Posting Komentar