Secara geografis Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Propinsi Jawa Tengah memang mempunyai batas wilayah yang tegas, tetapi
dilihat dari aspek kebudayaaan kedua daerah banyak kesamaan. Demikian pula
dalam masalah busana dan tata rias pengantin, bahkan sering terjadi kombinasi.
Kita perlu heran karena pusat berkeembangnya kebudayaan ( keraton ) Surakarta
dan Yogyakarta adalah satu keluarga.
Secara garis besar upacara
perkawinana di Daerah Istimewa Yogyakarta berlangsung 3 tahap yaitu : pertama tahap
persiapan perkawinan, kedua tahap perkawinan ( akad nikah dan upacara panggih )
dan tahap ketiga setelah perkawinan.
Tahap awal dalam proses perkawinan
adalah “ nontoni “ yaitu mencermati
calon pengantin ( putri ) tetntang “ bebet,
bibit dan bobot “ yaitu tentang bagaimana figu, asal-usul dan kondisi
sosial keluarga pengantin ( putri ). Setelah ada kecocokan lalu calon pengantin
laki-laki meminamg dengan berbagai perlengkapannya, bahkan saat itu dapat juga
dilakukan “ tukar cincin “ yaitu
calon pengantin mengenakan cincin sebagai tanda talah tunangan. Menjelang hari
perkawinan dilakukan “ srah-srahan tukon “ menyerahkan berbagai sarana
kelengkapan hajatan ( busana ,keperluan dapur dll ).
Kemudian tibalah hari perkawinan
yaitu tahap kedua. Sebeluim upacara panggih atau temu ada dua upacara yang
penting yaitu “ siraman “ dan “ midodareni “. Siraman dilakukan sebelum
panggih dengan tujuan agar calon pengantin bersih lahir batin dan terhindar
dari marabahaya dan godaan. Setelah siraman dilanjutkan derngan “ ngerik “
suatu kegiatan awal dalam merias. Midodareni diharapkan para bidadari datang
secara gaib gadir kedalam tubuh calon pengantin wanita, pada umumnya pertemuan
pada malam itu disebut “ jagong midodareni “.
Setelah diakukan akad nikah lalu
pada upacara “ panggih “ atau temu pengantin ; merupakan upacara klimakls dari
keseluruhan upacara perkawinan.
Suasana penuh kebahagiaan lahir
batin, baoik kedua pengantin maupun para “ besan “ kerabat dan para undangan berkonsentrasi pada
upacara ini.Dalam upacara “ panggih pengantin ‘ juga merupakan saat penegasan
kembali dalam keseluruhan tata hidup bermasyarakat. Berkenaan dengan hal
tersebut, dalam pacara “ panggih “ ada acara “ ngabekten “, acara “ ular-ular
“ yaitu nasehat dan pembekalan terhadap kedua pengantin yang dihormati seperti
“ raja sehari “ menjelang mengarungi
samudera bermasyarakat.
Beberapa benda
kelengkapan perkawinan:
- Jodhang
Adalah
sebuah wadah terbuat dari kayu dan rotan berbentuk empat persegi panjang
denganbentuk menyerupai atap rumah dari anyaman rotan, berfungsi sebagai tempat
bermacam-macam makanan yang dibawa oleh keluarga calon pengantin laki-laki
sebagai oleh-oleh pada waktu srah-srahan kerumah calon mertua ( mempelai wanita
)
- Kembar Mayang
Berwujud
bermacam-macam daun-daunan dilengkapi dengan berbagai bentuk hiasan dari janur
masing-masing memiliki nilai simbolik antara lain bentuk burung, serangga dll.
Menurut sjarahnya kembar mayang termasuk Kekudangan ( harapan ) Prabu Kresna
kepada pihak Pandawa menjelang perkawinan antara R. Harjuna dengan Dewi Wara
Sembadra.
- Degan / Kelapa Ijo
Yaitu
buah kelapa muda bentuk bundar memiliki arti simbolik bahwa sepasang pengantin
diharapkan hidupnya penuh manfaat seperti degan yang serabut,
tempurung,dagingnya dan airnya yang manis bahkan dapat sebagai obat dan penawar
racun.
- Bokor
Adalah
sebuah wadah terbuat dari kuningan berbentuk bundar berkaki. Berfungsi senagai
tempat air kembang, biasanya diletakna di depan
kedua mempelai pada waktu upacara panggih pengantin.
- Kendi
Adalah
merupakan wadah air, yang dimaksud air suci terbuat dari tanah liat.
- Kecohan
Secara
simbolik berfungsi sebagai tempat meludah Dewi Sri. Terbuat dari kuningan
berbentuk seperti seperti kecubung.
- Siwur
Terbuat
dari tempurung kelapa dengan pegangan panjang terbuat dari kayu. Berfungsi
sebagai alat untuk menganbil air pada waktu upacara siraman.
- Pengaron
Adalah
sejenis wadah terbuat dari tanah liat,bentuk bundar cekung. Digunakan sebagai
tempat air pada waktu upacara siraman.
- Padupan
Terbuat
dari kuningan sebagai wadah membakar dupa, dipakai sebagai kelengkapan waktu
upacara ngerik pengantin.
- sumbul
terbuat
dari perak diginakan sebagai tempat minyal wangi.
- Pakinangan
Dipergunakan
sebagai tempat perlengkapan makan sirih. Makan sirih dusajikan dngan pekinangan
mengandung makna penghormatan dan jamuan awal pada penerimaan tamu.
Dalam upacara panggih di daerah
Istimewa Yogyakarta pada dasarnya terdapat 5 macam corak tata rias pengantin
dengan gaya khas, disebut gaya Yogyakarta. Kelima macam corak ini adalah :
- Corak Kasatrian
- Corak Kasatrian Ageng
- Corak Yogya Putri
- Corak Paes Ageng Janagn Menir
- Corak Paes Ageng Corak Basahan
Kali ini kami akan memberikan informasi mengenai macam dan
kegunaan Busana dan Rias Pengantin Jogjakarta. Pada dasarnya, untuk
riasan terbagi menjadi 2, yaitu riasan Paes Ageng dan Jogja Putri yang
memiliki ciri khas tersendiri. Muncul nya bermacam tata rias serta
busana Pengantin gaya Jogjakarta bermula dari lingkungan kehidupan para
Priayi yang berarti orang yang berasal dari kerabat Keraton atau lapisan
masyarakat yang kedudukan nya terhormat. Fungsi dan tiap corak memang
berbeda, namun dewasa ini fungsi tersebut sering tidak dilaksanakan
sebagai mana mesti nya.
Untuk itu, akan kami jelaskan satu demi satu.
1. Corak Pengantin Paes Ageng
Busana ini pada zaman dahulu dikenakan oleh putra dan putri Sri Sultan pada upacara perkawinan di dalam Keraton Ngayogyakarta yaitu pada saat upacara adat Panggih , namun pada perkembangan nya, busana ini saat ini boleh di pergunakan oleh masyarakat umum.
Busana Pengantin Paes Ageng terdiri dari kain dodot/kampuh yaitu kain dengan lebar 2 kali dari kain biasa serta dengan panjang kurang lebih 3,5 meter.
Tata Rias Paes Ageng memiliki ciri khas, yaitu di bagian tepi cengkorongan diberi prada(serbuk emas), sanggul yang dikenakan berupa gelung bokor yang terbuat dari irisan daun pandan yang di tutup rangkaian melati. Pada daun telinga diberi sumping daun papaya yang bagian tengahnya di olesi pidih dan prada, namun daun papaya ini bias di ganti dengan sumping dari emas imitasi.
2. Corak Paes Ageng Kanigaran
Tata Rias serta busana Pengantin Kanigaran sama dengan Paes Ageng, yaitu mengenakan kain dodot namun jika pada Busana dodot Paes Ageng pengantin tidak mengenakan baju, disini Pengantin mengenakan beskap dan kebaya beludru.
3. Corak Pengantin Jangan Menir
Dahulu, busana ini di kenakan pada saat upacara Boyongan, yaitu saat Pengantin Putri boyongan (pindah) ke kediaman Pengantin Pria, biasa sehari setelah Upacara Perkawinan di lakukan.
Riasan dari Jenis Busana ini sama dengan riasan Paes Ageng. Busana yang di kenakan berupa Beskap dan Kebaya beludru di lengkapi dengan perhiasan yang khas dengan kain cinde merah sebagai bawahan nya.
(gambarnya riasan ini sama seperti riasan pernikahan q... hehehehe)
4. Corak Pengantin Jogja Putri
Busana yang dikenakan adalah sepasang busana Beludru dengan kain
pengantin sebagai bawahan nya, seperti motif Sidomukti, Sidoasih,
Sidoluhur, Semen Romo,dll
Tata Rias pengantinWanita pada corak Jogja Putri memiliki ciri khas, sanggul cemara, dengan di hias bunga jebehan merah serta perhiasan satu buah cunduk mentul dan gunungan di atas sanggul.
5. Corak Kesatrian Ageng
Busana pada corak ini hampir sama dengan corak pengantin Jogja Putri,
namun untuk busana Pengantin Pria berupa Surjan yaitu baju panjang yang
terbuat dari kain sutra motif bunga polos.
*diambil dari berbagai sumber.
Untuk itu, akan kami jelaskan satu demi satu.
1. Corak Pengantin Paes Ageng

Busana ini pada zaman dahulu dikenakan oleh putra dan putri Sri Sultan pada upacara perkawinan di dalam Keraton Ngayogyakarta yaitu pada saat upacara adat Panggih , namun pada perkembangan nya, busana ini saat ini boleh di pergunakan oleh masyarakat umum.
Busana Pengantin Paes Ageng terdiri dari kain dodot/kampuh yaitu kain dengan lebar 2 kali dari kain biasa serta dengan panjang kurang lebih 3,5 meter.
Tata Rias Paes Ageng memiliki ciri khas, yaitu di bagian tepi cengkorongan diberi prada(serbuk emas), sanggul yang dikenakan berupa gelung bokor yang terbuat dari irisan daun pandan yang di tutup rangkaian melati. Pada daun telinga diberi sumping daun papaya yang bagian tengahnya di olesi pidih dan prada, namun daun papaya ini bias di ganti dengan sumping dari emas imitasi.
2. Corak Paes Ageng Kanigaran

Tata Rias serta busana Pengantin Kanigaran sama dengan Paes Ageng, yaitu mengenakan kain dodot namun jika pada Busana dodot Paes Ageng pengantin tidak mengenakan baju, disini Pengantin mengenakan beskap dan kebaya beludru.
3. Corak Pengantin Jangan Menir
Dahulu, busana ini di kenakan pada saat upacara Boyongan, yaitu saat Pengantin Putri boyongan (pindah) ke kediaman Pengantin Pria, biasa sehari setelah Upacara Perkawinan di lakukan.
Riasan dari Jenis Busana ini sama dengan riasan Paes Ageng. Busana yang di kenakan berupa Beskap dan Kebaya beludru di lengkapi dengan perhiasan yang khas dengan kain cinde merah sebagai bawahan nya.
(gambarnya riasan ini sama seperti riasan pernikahan q... hehehehe)
4. Corak Pengantin Jogja Putri

Tata Rias pengantinWanita pada corak Jogja Putri memiliki ciri khas, sanggul cemara, dengan di hias bunga jebehan merah serta perhiasan satu buah cunduk mentul dan gunungan di atas sanggul.
5. Corak Kesatrian Ageng

*diambil dari berbagai sumber.
0 komentar:
Posting Komentar